
Pada masa awal Pergerakan Nasional Indonesia kelahiran organisasi pergerakan yang mencakup Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij dikenal sebagai masa pembentukan yang berarti di dalam masa ini sebagian besar dari organisasi pergerakan masih membentuk sebuah kesadaran berbangsa dan bersatu dari kolonialisme Belanda di mana faktor-faktor timbulnya pergerakan baru memasuki Indonesia dari efek politik etis yang diterapkan Van Deventer.
Sehingga, bagi masyarakat Indonesia dalam menumbuhkan kesadaran dalam satu identitas keindonesiaan masih belum terlihat dan sifat pergerakan dari masing-masing organisasi berlaku secara lokal atau kedaerahan; bersifat sporadis atau menyebar secara terpisah karena belum tumbuhnya kesadaran atas satu identitas kebangsaan; dan tujuannya masih berupa pemberdayaan masyarakat pada bidang sosial, ekonomi, pendidikan, politik, dan budaya. Meskipun begitu, ketiga organisasi pergerakan awal tersebut membawa perkembangan perjuangan pergerakan dengan struktur organisasi yang lebih modern, sehingga perjuangan lebih terarah; pergerakan dipelopori oleh kaum-kaum pelajar; menjadi pendorong pergerakan ke depannya dengan mengusung kesadaran dalam satu identitas keindonesiaan.
Pergerakan nasional diawali dengan didirikannya sekolah kedokteran Belanda, STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Di penghujung abad ke-19, berbagai wabah penyakit tersebar di Pulau Jawa. Pemerintah kolonial Belanda mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah ini karena sangat mahal untuk mendatangkan dokter dari Eropa. Maka dari itu, pemerintah Hindia-Belanda mendirikan STOVIA untuk menghasilkan dokter-dokter yang berasal dari kalangan pribumi. STOVIA membebaskan biaya pendidikan bagi mahasiswanya untuk menarik minat kaum bumiputera.
Tidak hanya melahirkan dokter yang cakap dalam bidang kesehatan, STOVIA juga melahirkan tokoh-tokoh aktivis cendekiawan yang berintelektual. Aktivis-aktivis kritis ini membuka jalan menuju kemerdekaan Indonesia. Sebut saja dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Suraji, dan R.T. Ario Tirtokusumo. Mereka semua adalah para aktivis intelektual sekaligus pendiri Boedi Oetomo, yakni organisasi pertama di masa pergerakan nasional. STOVIA berperan menjadi tempat persemaian para remaja-remaja pribumi dalam menumbuhkan semangat nasionalisme. Di sana mereka bertukar pikiran dan ide untuk memajukan bangsa ini serta bangkit dari keterpurukan kolonialisme pemerintah Hindia-Belanda.

Budi Utomo merupakan organisasi pergerakan pertama di Indonesia yang terbentuk pada tanggal 20 Mei 1908 oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo bersama para siswa Sekolah Kedokteran Jawa (STOVIA) yang melahirkan gagasan untuk membentuk organisasi yang dapat mengangkat derajat bangsa yang berfokus kepada sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat bumiputera. Kesadaran untuk mengembangkan dan memajukan masyarakat serta merupakan organisasi modern yang secara pertama kali berdiri bahkan sebagai pendorong berdirinya organisasi pergerakan lain inilah menjadi titik awal dari upaya pergerakan nasional yang tertanam pada Budi Utomo. Budi Utomo selaku organisasi pelajar ini secara samar-samar merumuskan tujuannya untuk kemajuan Tanah Air, di mana jangkauan geraknya yang semula hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura, kemudian diperluas untuk masyarakat Tanah Air seluruhnya dengan tidak memerhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin, dan juga agama. Boedi Oetomo tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya adalah pendidikan dan kebudayaan.
Karena hanya bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan, beberapa anggotanya seperti dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) keluar dari Boedi Oetomo sebab menginginkan gerakan yang lebih militan dan langsung bergerak dalam bidang politik. Namun, Boedi Oetomo tetap berpegang teguh pada prinsipnya untuk berjuang di bidang sosial-budaya dan pendidikan. “Biar lambat asal selamat daripada hidup sebentar mati tanpa bekas”, menjadi semboyan Boedi Oetomo yang menggunakan falsafah Pohon Beringin. Sementara organisasi pribumi di daerah lain, masih banyak mengedepankan perlawanan secara fisik dan berfokus kepada golongannya masing-masing dalam melawan pemerintah kolonial saat itu.
Melalui pendirian dan langkah yang diambil oleh kaum terpelajar ini dalam cara lain melakukan perlawanan, maka secara perlahan konsep pergerakan Budi Utomo kemudian banyak dicontoh dan memunculkan organisasi dengan visi serupa di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga, pada tahun 1959, Pemerintah Indonesia menjadikan hari lahirnya organisasi Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia karena pada masa itulah, bangsa Indonesia mulai bangkit dan bersatu untuk berupaya mencapai kemerdekaan dalam satu tujuan.
Daftar Pustaka:
Adishakti, L. T., & Ajidarma, S. G. (2008). 100 tahun kebangkitan nasional 1908-2008. Jakarta: Badan Pelestarian Pusaka Indonesia.
Dewi, I. M. (2008). Nasionalisme Dan Kebangkitan Dalam Teropong. Mozaik, 3(3).
Komandoko, G. (2008). Boedi Oetomo: awal bangkitnya kesadaran bangsa. Jakarta: Niaga Swadaya.
Yasmis, Y. (2008). PERANAN BUDI UTOMO DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT. Jurnal Sejarah Lontar, 5(1), 29-38.